Sejujurnya dalam kasus seperti ini kita tidak dapat semena-mena bersuara dengan vokal untuk alasan tertentu untuk menentang ditiadakannya sunat pada perempuan, karena beberapa bagian negara didunia mengangap bahwa sunat pada perempuan merupakan budaya yang mengakar,
namun baru-baru ini PBB mengeluarkan resolusi yang menyatakan larangan terhadap female genital mutilation (FGM) atau kadang diidentikkan dengan sunat perempuan.
namun baru-baru ini PBB mengeluarkan resolusi yang menyatakan larangan terhadap female genital mutilation (FGM) atau kadang diidentikkan dengan sunat perempuan.
Tapi untuk di Indonesia, sunat perempuan yang dilakukan jauh berbeda dibanding dengan Afrika. Menkes dr Nafsiah Mboi menuturkan waktu itu ketika ia masih menjabat sebagai Direktur WHO, diadakan penelitian mengenai female genital mutilation (FGM) dan bukan sunat.
"Jadi di beberapa daerah di dunia terutama di Afrika karena peneliti-peneliti dari WHO lebih banyak di Afrika, menemukan 'sunat' sebenarnya lebih banyak terjadi mutilasi pada alat kelamin perempuan," ujar Menkes. Setelah diteliti ternyata tidak ada kaitannya dengan agama, tapi lebih banyak dengan adat istiadat yang mana pandangannya perempuan itu sebelum menikah tidak boleh melakukan hubungan seks dengan siapa pun. Pada prosedur ini alat kelaminnya dijahit termasuk klitoris dipotong sehingga seringkali ketika misalnya dia pertama kali melakukan hubungan seks akan terjadi perdarahan dan sakit luar biasa, apalagi waktu melahirkan luar biasa jelek dampaknya.
"Saya waktu itu sebagai direktur di WHO bersama-sama kami membuat gerakan karena ini melanggar hak asasi perempuan. Oleh karena itu yang kita minta jangan sampai terjadi dengan alasan apapun, apakah adat, agama terjadi perusakan alat reproduksi perempuan. Oleh karena dilakukan dengan tidak baik, seringkali terjadi infeksi," imbuhnya. Sementara itu Menkes menjelaskan FGM jelas ditolak karena memang benar melanggar hak asasi perempuan. Tapi untuk di Indonesia pada dasarnya penelitian menunjukkan sunat perempuan jauh berbeda dengan prosedur tersebut.
"Kadang hanya iris, memegang. Tapi itulah waktu Ibu menteri yang lalu dikeluarkanlah keputusan Menteri Kesehatan, supaya harus dilakukan secara higienis, harus dilakukan oleh tenaga kesehatan dan sebagainya. Tetapi kalau dari pertimbangan agama toh harus dilakukan, jangan sampai menyebabkan kerusakan, infeksi atau apapun," ujar Menkes. Praktik female genital mutilation (FGM) diyakini bisa membantu mengontrol seksualitas dan meningkatkan kesuburan seorang perempuan. Namun Majelis Umum PBB telah secara bulat menyetujui larangan secara global terhadap praktik FGM ini.
"Jadi di beberapa daerah di dunia terutama di Afrika karena peneliti-peneliti dari WHO lebih banyak di Afrika, menemukan 'sunat' sebenarnya lebih banyak terjadi mutilasi pada alat kelamin perempuan," ujar Menkes. Setelah diteliti ternyata tidak ada kaitannya dengan agama, tapi lebih banyak dengan adat istiadat yang mana pandangannya perempuan itu sebelum menikah tidak boleh melakukan hubungan seks dengan siapa pun. Pada prosedur ini alat kelaminnya dijahit termasuk klitoris dipotong sehingga seringkali ketika misalnya dia pertama kali melakukan hubungan seks akan terjadi perdarahan dan sakit luar biasa, apalagi waktu melahirkan luar biasa jelek dampaknya.
"Saya waktu itu sebagai direktur di WHO bersama-sama kami membuat gerakan karena ini melanggar hak asasi perempuan. Oleh karena itu yang kita minta jangan sampai terjadi dengan alasan apapun, apakah adat, agama terjadi perusakan alat reproduksi perempuan. Oleh karena dilakukan dengan tidak baik, seringkali terjadi infeksi," imbuhnya. Sementara itu Menkes menjelaskan FGM jelas ditolak karena memang benar melanggar hak asasi perempuan. Tapi untuk di Indonesia pada dasarnya penelitian menunjukkan sunat perempuan jauh berbeda dengan prosedur tersebut.
"Kadang hanya iris, memegang. Tapi itulah waktu Ibu menteri yang lalu dikeluarkanlah keputusan Menteri Kesehatan, supaya harus dilakukan secara higienis, harus dilakukan oleh tenaga kesehatan dan sebagainya. Tetapi kalau dari pertimbangan agama toh harus dilakukan, jangan sampai menyebabkan kerusakan, infeksi atau apapun," ujar Menkes. Praktik female genital mutilation (FGM) diyakini bisa membantu mengontrol seksualitas dan meningkatkan kesuburan seorang perempuan. Namun Majelis Umum PBB telah secara bulat menyetujui larangan secara global terhadap praktik FGM ini.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar